Jogja International Heritage Walk 2024 (JIHW) Day 1: Susur Cangkringan Berjalan Kaki
JIHW : Pejalan Kaki dari Mancanegara
Pagi hari, jalanan di tengah desa sangat padat hingga macet. Bayangkan, di desa? Maklum, desa ini memang menjadi tuan rumah dari Jogja Internasional Heritage Walk pada 16 November 2024. Desa Pentingsari adalah desa wisata yang memiliki pola berkelanjutan dengan mengusung kearifan lokal dan budaya Jawa, bahkan terkenal hingga mancenagara, lho!
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/dbhkd-747x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/dbhkd-747x1024.webp)
Sebagai negara yang memiliki rata-rata langkah kaki harian sebanyak 3.500/hari, Indonesia jauh dari rata-rata langkah kaki harian masyarakat dunia yakni 5.000 langkah/hari. Bersama Jogja International Heritage Walk, berjalan kaki terasa berbeda. Menjadi kian menyenangkan dan memacu banyak partisipan untuk turut ikut serta.
Dimulai Pagi Hari
Di pagi hari itu juga sekitar pukul 06.30 WIB Bakpiaku bersama ratusan peserta sudah siap di garis start untuk berjalan kaki mengitari Desa Pentingsari, Cangkringan. Dengan seragam yang sudah dibagikan sebelumnya dalam walking kit, peserta yang datang sangat mencolok dengan beberapa bendera negaranya yang akan dibawa selama perjalanan. Mulai dari Korea Selatan, Jerman, hingga Rusia.
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/efnkldfnd-jpg.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/efnkldfnd-jpg.webp)
Berjalan kaki di Cangkringan, Sleman memiliki kesan tersendiri terlebih dilakukan secara beramai-ramai hingga ratusan orang dari berbagai negara yang turut ikut serta. Rute yang dilakukan di tahun 2024 ini sendiri akan melalui Cangkringan dengan jarak 5 KM, 10 KM, dan 20 KM yang dapat dipilih sesuai keinginan maupun kemampuan. Bagi pemula, tentu rute yang sebaiknya dicoba adalah 5 atau 10 KM, namun bila ingin menantang hal baru maka mengikuti jarak sejauh 20 KM tentu saja dipersilakan.
Bakpiaku sendiri menjadi bagian dari sponsor yang mendukung kegiatan JIHW 2024. Terlebih kepentingan kegiatan ini adalah fokus mengenalkan Yogyakarta di mata dunia bersamaan dengan sosial budaya, lingkungan, alam, dan kearifan yang dimiliki Desa Pentingsari sebagai titik pelaksanaan.
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/sclkjnadklcasdn-683x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/sclkjnadklcasdn-683x1024.webp)
Menelusuri Desa Pentingsari
Berjalan tipis-tipis saja, Bakpiaku turut melangkah di track sejauh 5 KM Bersama peserta lainnya. Jangan mengira partisipan ini hanya dewasa atau anak muda yang kuat berjalan jauh, justru kalangan yang datang sangat beragam dari kategori usianya. Mulai dari anak-anak hingga lansia antusias dan untuk kekuatan untuk dapat melewati perjalanan dengan geografis Cangkringan yang cukup banyak tanjakan serta turunan.
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/sldkcncxkjcd-682x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/sldkcncxkjcd-682x1024.webp)
Namun, banyak sekali hal-hal yang didapati dalam petualangan bersama JIHW. Di saat langkah kaki mulai kelelahan untuk menapaki jalan setapak, pemandangan sawah, saluran irigasi dengan gemericik air, hingga burung yang terbang di sekitar ditemani langit cerah adalah magnet candu. Rasanya, tangan ingin segera mengabadikan banyak momen yang tak dapat ditangkap setiap hari di kota besar.
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/xxZlkcscsa-683x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/xxZlkcscsa-683x1024.webp)
Perjalanan juga berlangsung apa adanya, mulai dari aktivitas warga yang dilakukan seperti biasa. Seperti bercocok tanam di sawah, seorang nenek yang menemani cucunya bermain di depan halaman, peternak yang membawa rumput atau ilalang untuk ternaknya, belum lagi udara segar dan dingin yang khas di sekitar Merapi. Rasanya bukan seperti turis lokal, menarik bukan?
Berhenti : Melihat Kearifan Lokal
Di track 5 KM, terdapat 3 titik henti untuk dapat mengambil kudapan dan minuman tradisional guna mengisi tenaga. Yakni di sekitar sawah, Rumah Pak Tikno, dan Kopi Madu Merapi. Makanan yang disediakan juga sangat dekat dengan panganan lokal mulai dari ubi rebus, kacang rebus, hingga beberapa jajanan pasar seperti bolu kukus maupun risoles. Merasakan makanan desa mendekatkan kita pada kehidupan sederhana, alami, dan minim bahan pengawet maupun tinggi proses pengolahan.
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/yhsdksca-683x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/yhsdksca-683x1024.webp)
Di tempat rest area atau titik henti terakhir yakni Kopi Madu Merapi, sajian yang diberikan mengedepankan pada hasil tanaman yang ditanam di lereng Merapi. Mulai dari kopi, cokelat, pisang, dan buah-buahan lokal. Khusus kopi dan cokelat sendiri, UMKM sekitar mengolahnya menjadi bentuk bubuk, granola, hingga cokelat chips.
Sedangkan pengolahan lainnya terdapat cokelat panas yang memiliki rasa pahit dan aroma kuat. Selagi peserta melakukan scan kartu peserta sebagai bukti telah melewati rute, salah satu kegiatan yang juga dibagikan adalah paparan informasi terkait kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Cangkringan dan Merapi.
Menuju Garis Finish
Setelah selesai melewati rute dan puas mencicipi banyak sajian lokal di Kopi Madu Merapi, peserta dan Bakpiaku melanjutkan perjalanan menuju garis finish yang juga sama dengan garis start sebelumnya. Berbeda bagi peserta dengan rute 20 KM, selain lebih jauh, beberapa titik yang dilalui juga lebih beragam seperti melewati sungai kecil, hutan bambu salak, dan view Merapi yang lebih banyak. Sehingga tentu perhentian lebih banyak dan tak sama dengan rute 5 KM juga 10 KM.
Sesi terakhir adalah menukarkan medali di meja panitia sesuai dengan jarak masing-masing. Bentuknya sendiri sangat unik, bukan berbentuk logam melainkan terbuat dari kayu dengan keterangan pencapaian rute masing-masing.
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/zklasdsdl-683x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/zklasdsdl-683x1024.webp)
Desa Penuh Budaya
Tentu saja, mengabadikan momen adalah hal yang penting. Sesampainya, pementasan berupa tarian tradisional seperti reog hingga permainan anak seperti cublak cublak suweng ditampilkan untuk mengenalkan budaya Jawa pada partisipan. Kegiatan ini terasa sangat berbeda meski dilaksanakan di desa.
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/zzzz-683x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/zzzz-683x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz-683x1024.webp)
![](https://bakpiaku.com/wp-content/uploads/2024/12/zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz-683x1024.webp)
Bersama JIHW, Bakpiaku dan seluruh peserta dapat merasakan sisi lain Yogyakarta. Selain itu, menjadi jembatan wisatawan dunia untuk datang ke Indonesia. Kalau Anda sendiri, apakah tertarik untuk mengikuti kegiatan JIHW berikutnya?