15 Wisata di Jogja yang Masih Berkaitan dengan Kraton Yogyakarta
Sebagai wisatawan, sangatlah wajar bila Anda mengira bahwa bagian Kraton Yogyakarta hanyalah bangunan kraton saja. Dulunya, kraton memiliki banyak sekali bangunan yang berdiri megah sebagai bentuk bukti kejayaan dan kekuasaan Sultan HB I hingga raja-raja berikutnya. Namun, beberapa bagian keraton kini banyak dialihfungsikan sebagai tempat wisata, tujuannya tak lain adalah menjadi sumber referensi belajar serta bukti fisik dibangunnya Yogyakarta yang dimulai sejak tahun 1755 silam.
Mungkin saja, Anda sempat berkunjung ke suatu tempat namun tak sadar bahwa titik tersebut masih memiliki hubungan dengan Kraton Yogyakarta. Berikut adalah wisata yang masih memiliki keterkaitan dengan Kraton Yogyakarta :
Alun-alun Selatan
Alun-alun Selatan atau biasa disebut Alkid (Alun-alun Kidul) dulunya merupakan halaman kraton di bagian belakang. Fungsinya adalah sebagai tempat latihan bagi para prajurit, melakukan upacara khusus, dan gudang penyimpanan senjata.
Kini, Anda dapat mengunjungi Alun-alun Kidul baik pagi sampai malam hari. Lokasinya berada di Alun-Alun Kidul St, Patehan, Kraton, Yogyakarta (Lihat Maps).
Untuk ke Alkid, Anda tak perlu merogoh biaya tiket karena gratis. Hanya perlu membayar parkir sebesar Rp.2.000/motor dan pengeluaran pribadi bila ingin jajan, makan malam, atau membeli mainan.
Buka setiap hari selama 24 jam dan biaya masuk yang gratis.
Di sini, terdapat sebuah permainan bernama Masangin yang merupakan aktivitas melewati kedua pohon beringin yang tumbuh di tengah dengan mata tertutup. Konon katanya, bila Anda berhasil melewatinya maka hidup Anda selama di Jogja akan mudah.
Taman sari
Bangunan besar yang kini bentuknya sudah mengalami keruntuhan di beberapa bagian selalu ramai untuk dikunjungi. Dibangun sejak masa kepemimpinan Sultan HB I sebagai tempat pemandian keluarga serta kerabat Keraton Yogyakarta.
Saat ini, Taman Sari dibuka untuk umum sebagai tempat rekreasi sekaligus belajar sejarah mengenai kemegahan dan peruntukkan tiap-tiap sudut pada kepentingan kerajaan.
Mitosnya, lorong yang terdapat di Taman Sari dapat menembus hingga Pantai Selatan.Meski begitu, hingga saat ini tak ditemukan fakta tersebut bahkan disebut mustahil sebab jaraknya yang sangat jauh.
Tiket masuk untuk ke dalam sebesar Rp.10.000 untuk anak usia 2-12 tahun dan Rp.20.000 untuk dewasa dari turis domestik. Dengan operasional setiap hari mulai jam 08.000-15.00 WIB. Titik Taman Sari berada di Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta (Lihat Maps).
Bila berkunjung, pastikan Anda mematuhi aturan yang berlaku tak dan melakukan tindakan yang merugikan.
Pasar Ngasem
Pasar yang terletak di bagian belakang Taman Sari ini dulunya adalah bagian bangunan pemandian keluarga kraton. Namun, peruntukkan menjadi pasar ini diberikan setelah kondisi tidak kondusif dari Inggris ke Yogyakarta. Kemudian, Pasar Ngasem ini berdiri di bekas segaran atau laut buatan yang dimiliki Taman sari. Jam operasionalnya sendiri setiap hari mulai jam 05.00-16.00 WIB.
Sebelum menjual berbagai kebutuhan konsumsi seperti buah, sayur, hingga makanan, awalnya Pasar Ngasem adalah pasar yang menjual unggas seperti burung.
Kini, Anda dapat berbelanja makanan khas Jogja bahkan yang sudah melegenda di sini. Selepas berbelanja dari sini, Anda dapat berkunjung juga ke Taman Sari yang berjarak kurang lebih 250 meter saja.
Lokasinya berada di Jl. Polowijan No.11, Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta (Lihat Maps).
Pasar Beringharjo
Pasar yang juga dibangun pada masa pemerintahan Sultan HB I sebagai pusat ekonomi. Letaknya tak jauh dari Keraton Yogyakarta. Hingga kini, Pasar Beringharjo masih menjadi pasar yang ramai dikunjungi bagi masyarakat lokal maupun mancanegara.
Yang dijual di pasar ini juga cukup lengkap mulai dari rempah-rempah, pakaian, hingga buah tangan. Untuk masuk ke dalam Anda akan dikenakan biaya parkir di sekitar kawasan sebesar Rp.3.000/motor.
Ada baiknya Anda menggunakan kendaraan umum seperti Trans Jogja yang tiketnya Rp.3.600 (terdapat harga khusus bila menggunakan kartu atau QRIS hingga Rp.2.800/orang) supaya tidak sulit mencari tempat parkir.
Di bagian kiri pasar, terdapat Museum Benteng Vredeburg yang dapat dikunjungi untuk edukasi sejarah pada masa kolonial Belanda di Yogyakarta.
Tak hanya itu, juga ada Museum Sonobudoyo, 0 KM, Istana Presiden, dan tentunya Keraton Yogyakarta. Lokasinya berada di Jl. Margo Mulyo No.16, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta (Lihat Maps).
Masjid Gedhe Mataram
Masjid ini merupakan bangunan yang digunakan untuk memperluas pengaruh serta penyebaran agama Islam di Yogyakarta yang dimulai oleh Kerajaan Mataram Islam.
Memiliki pagar yang dibangun oleh umat Hindu dan Buddha saat itu, melambangkan humanisme dan toleransi yang sangat besar antara banyak penganut agama.
Peruntukannya tetap menjadi tempat ibadah bagi umat Islam yang hendak menjalankan salat. Tak ada biaya apapun yang akan dipatok untuk masuk ke dalamnya, namun bila Anda datang sebagai wisatawan, terdapat biaya parkir sebesar Rp.2.000 di sekitar yang dikelola penduduk sekitar. Jika berwisata, masjid ini hanya dibuka mulai pukul 08.00-16.00 WIB setiap harinya.
Anda juga dapat sekaligus mengunjungi Makam Raja Kotagede untuk melihat pemakaman milik Kerajaan Mataram Islam yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh besar hingga raja yang dimakamkan di sebelah Barat. Lokasi Masjid Gedhe Agung Mataram terletak di Sayangan, Jagalan, Kec. Banguntapan, Kabupaten Bantul (Lihat Maps).
Plengkung Gading
Selain berfungsi sebagai gerbang untuk keluar masuk ke dalam Kawasan Benteng Kraton. Plengkung Gading dibangun oleh Sultan HB I pada 1755-1792 silam. Sebelumnya, plengkung memiliki jembatan gantung yang digunakan untuk masuk ke dalam benteng yang akan segera menutup jika ditarik ke atas.
Selain itu, terdapat parit yang digunakan sebagai pertahanan bila musuh menyerang. Lebarnya yakni 10 meter dengan kedalaman 3 meter hingga pada akhirnya tahun 1935 dibangun jalan meski sempat dibangun kembali sesuai bentuk aslinya pada 1986.
Lokasi Plengkung Gading secara administrasi terletak di Jl. Patehan Kidul No.4, Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta (Lihat Maps). Karena merupakan bangunan umum, tak ada biaya yang perlu dibayar selain parkir mulai dari Rp.3.000 untuk motor.
Pojok Beteng
Disingkat Jokteng, bangunan ini ditujukan sebagai simbol identitas dan kedaulatan bagi raja, selain itu fungsi lainnya adalah sebagai pusat pemerintahan dan kehidupan kerajaan.
Awalnya, Pojok Beteng dibangun dari gelondongan kayu yang kemudian dibuat permanen beserta lorong-lorong yang tersedia di setiap sisi.
Dulunya, Pojok Beteng memiliki 4 sisi untuk pertahanan, namun kini hanya tersisa tiga karena peristiwa Geger Sepehi silam. Anda dapat menyaksikan besarnya Pojok Beteng sebagai pertahanan yang megah di Yogyakarta secara gratis.
Lokasinya sendiri tentu terbagi menjadi 3 sisi yakni Barat, Timur, dan Timur Laut, salah satu titik persis dari Pojok Beteng Barat di Jalan Letjend. Haryono, Patehan, Kraton, Yogyakarta (Lihat Maps).
Situs Warung Boto
Dibangun oleh Sultan HB II pada abad ke-18, dulunya bangunan ini merupakan pesanggrahan atau tempat istirahat. Di dalamnya terdapat TUK atau mata air untuk mandi bagi keluarga kerajaan yang singgah.
Setelah tak lagi digunakan serta gempa yang menimpa Jogja pada 2006 silam, bangunan ini direvitaliasi pada 2015. Situs Warung Boto kini dijadikan sebagai tempat wisata untuk wisatawan.
Sebenarnya, bangunan ini mungkin akan memberikan kesan sedikit mirip dengan Taman Sari namun tetap berbeda. Tak ada atap yang menutupi bangunan dan dibiarkan terbuka untuk didatangi.
Banyak pengunjung yang ingin melihat arsitektur situs atau bahkan menjadi titik fotografi bagi pemilik produk untuk membuat katalognya.
Biaya masuk yang gratis dan jam operasional yang dibuka setiap hari mulai jam 08.00-17.00 WIB mendorong banyak pengunjung melihat bangunan yang masih kokoh serta hubungannya dengan kraton. Terletak di Jl. Veteran No.77, Warungboto, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta (Lihat Maps).
Makam Raja Imogiri
Makam ini merupakan makam yang menjadi tempat peristirahatan para raja-raja pertama dan keluarga dari Kasunanan Surakarta dan Keraton Yogyakarta yang dibangun Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1632.
Untuk mencapai area makam, pengunjung harus menaiki sekitar 300 anak tangga. Letaknya berada di Makam Raja-Raja Yogyakarta & Surakarta Pajimatan, Karang Kulon, Wukirsari, Kec. Imogiri, Kabupaten Bantul (Lihat Maps).
Terdapat delapan kedaton yang berada di dalam makam, terdiri dari :
- Kedaton Sultan Agungan : Sultan Agung, Sunan Amangkurat II, Sunan Amangkurat III.
- Kedaton Pakubuwanan : Sunan Paku Buwana I, Sunan Amangkurat IV, Sunan Paku Buwana II.
- Kedaton Bagusan/Kasuwargan : Sunan Paku Buwana III, Sunan Paku Buwana IV, Sunan Paku Buwana V,
- Kedaton Astana Luhur : Sunan Paku Buwana VI, Sunan Paku Buwana VII, Sunan Paku Buwana VIII, Sunan Paku Buwana IX,
- Kedaton Girimulyo : Sunan Paku Buwana X, Sunan Paku Buwana XI,
- Kedaton Kasuwargan Yogyakarta : Sultan Hamengku Buwana I dan III,
- Kedaton Besiyaran: Sultan Hamengku Buwana IV, Sultan Hamengku Buwana V, Sultan Hamengku Buwana VI,
- Kedaton Saptarengga : Sultan Hamengku Buwana VII, Sultan Hamengku Buwana VIII, Sultan Hamengku Buwana IX
Aturan yang diterapkan pada Makam Raja Imogiri cukup beragam, di antaranya adalah :
- Dilarang mengambil foto di dalam makam.
- Sepatu harus dilepas saat masuk ke makam.
- Mengenakan pakaian sopan,
- Menjaga keamanan barang-barang pribadi,
- Tidak menganggu pengunjung lain yang sedang khusyuk atau berdoa,
- Mengenakan pakaian adat untuk memasuki area-area tertentu,
- Berperilaku sopan dan tidak menimbulkan bising atau gaduh di sekitar
Seperti umumnya berziarah, tentu Anda diharuskan untuk menjaga banyak hal seperti perbuatan, bertutur, dan tindakan lain yang tidak pantas dilakukan.
Konon katanya, anak tangga yang Anda hitung saat akan naik dan turun akan berbeda jumlahnya.
Makam Raja Kotagede
Walau tak langsung menjadi bangunan yang dibuat oleh Kraton Yogyakarta, tetapi Kerajaan Mataram Islam menjadi salah satu cikal bakal dari Kasultanan Ngayogyakarta. Makam Raja Kotagede adalah kompleks pemakaman yang dibangun oleh Panembahan Senopati untuk raja-raja Mataram Islam pertama dan keluarganya.
Untuk masuk ke dalam, Anda tak dikenakan biaya tetapi perlu mengisi buku tamu. Setiap Selasa, Rabu, dan Jumat makam ini tutup, sedangkan Sabtu, Minggu, Senin, dan Kamis buka mulai jam 10.00-01.00 WIB dini hari.
Di makam ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh dan dampak besar kepada kerajaan, di antaranya Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Ki Juru Martani dan Nyi Ageng Nis, Panembahan Seda ing Krapyak (Raden Mas Jolang), Sultan Hamengku Buwono II, Adipati Paku Alam I, Adipati Paku Alam II, Adipati Paku Alam III, Adipati Paku Alam IV, dan Ki Ageng Mangir. Letaknya sendiri berada di Jl. Masjid Besar Mataram, Sayangan, Jagalan, Banguntapan, Bantul (Lihat Maps).
Makam Raja Kotagede. Sumber : Google Maps/Mihnea Parachivescu
Lokasi ini dibuka untuk umum yang ingin melakukan ibadah, berdoa, atau ziarah sebagai wisata religi. Perlu diingat, untuk datang ke tempat sakral seperti ini Anda harus bersikap dengan penuh etika. Aturannya sendiri sama persis seperti aturan yang ada di Makam Raja Imogiri.
Tugu Yogyakarta Pal Putih
Dulunya, ujung dari tugu ini adalah titik fokus yang digunakan raja memusatkan pikiran saat sedang berdoa maupun meditasi. Tentunya tugu ini dulunya belum terhalang dengan padatnya bangunan yang saat ini ada di Kota Jogja. Spot yang menjadi banyak tujuan berfoto untuk menandakan diri telah mendarat di Jogja dengan selamat.
Berada di tengah jalan yang diapit 4 arah, untuk itu Anda tak perlu khawatir lokasi ini ditutup. Karena Tugu Pal Putih atau disebut Tugu Yogyakarta dapat didatangi selama 24 jam tanpa ada retribusi satu rupiah pun.
Anda dapat mengunjunginya di Jl. Jend. Sudirman, Gowongan, Kec. Jetis, Kota Yogyakarta (Lihat Google Maps).
Panggung Krapyak
Tempat yang digunakan sebagai lokasi persinggahan beristirahat keluarga kerajaan setelah selesai berburu. Selain itu, bangunan ini juga berfungsi sebagai tempat untuk berjaga-jaga dari serangan musuh sebab ketinggiannya. Anda dapat mengunjungi Panggung Krapyak yang terletak di Krapyak Kulon, Panggung, Krapyak (Lihat Lokasi).
Karena dulunya Krapyak adalah hutan sebagai tempat tinggal atau habitat rusa, hewan ini kerap menjadi sasaran berburu raja. Mitosnya, tempat ini terkenal angker dan menjadi tempat pembuangan makhluk halus.
Meski terdapat beberapa pengalaman yang membingungkan dan cenderung aneh seperti kendaraan yang justru berputar-putar di sekitarnya seolah mencari-cari jalan. Untuk itu, sebaiknya Anda tidak datang dengan kondisi lelah bila ke Panggung Krapyak.
Tidak ada tiket masuk yang dikenakan untuk tempat yang dapat dikunjungi setiap hari tanpa jam tutu ini, Anda hanya perlu membayar tiket sesuai kendaraan yakni Rp.2.000 untuk motor dan Rp.3.000 untuk mobil.
Museum Sonobudoyo
Tahukah Anda kalau museum satu ini dulunya dibangun oleh Sultan HB VIII pada 1934? Nah, di dalamnya terdapat banyak koleksi yang memuat unsur budaya dari Jawa, Bali, Lombok, dan Madura.
Sebelum menjadi museum yang populer di tengah kota, dulunya bangunan museum adalah Java Instituut yang merupakan lembaga penelitian ilmiah Hindia Belanda terkait dengan kebudayaan Jawa.
Setelah kemerdekaan, koleksi yang sebelumnya udah dikembangkan dan dirawat Java Instituut kemudian dihibahkan pada Museum Sonobudoyo. Kini, Anda dapat mengunjunginya mulai dari Selasa-Minggu mulai pukul 08.00-20.00 WIB dengan tiket Rp.10.000/orang.
Museum Sonobudoyo punya kelas tari klasik dasar yang dapat dipelajari setiap Sabtu dan Minggu, lokasinya sendiri berada di Jl. Pangurakan No.6, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta (Lihat Maps).
Terdapat pula workshop yang dapat diikuti berupa membatik hingga permainan tradisional yang dibalut dalam teknologi digital berupa jemparingan.
Museum Kereta Wahanarata
Anda penasaran dengan kendaraan apa saja yang kerap digunakan oleh raja-raja serta keluarga Kraton Yogyakarta pada jaman dahulu? Museum ini jawabannya! Di dalam, Anda dapat melihat berbagai koleksi kereta lama yang disimpan dan dirawat untuk menjadi wisata edukasi.
Dengan tiket sebesar Rp.20.000 untuk dewasa dan Rp.15.000 untuk anak-anak Museum Kereta Wahanarata terletak di Jl. Rotowijayan, Kadipaten, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta (Lihat Lokasi Maps).
Kemudian, waktu operasionalnya sendiri mulai dari Selasa-Minggu mulai pukul 09.00-15.00 WIB. Di dalam museum ini, Anda perlu berhati-hati memastikan setiap perilaku terlebih jika membawa anak-anak. Hal ini Bakpiaku dapati langsung dari salah satu pekerja di Kraton bahwa bila terdapat upacara-upacara tertentu di museum, salah satu larangan yang keras adalah perempuan yang sedang menstruasi dilarang mendekat.
Kejadian lain yang juga pernah dilanggar salah satu pengunjung yang nekat memoret koleksi padahal sudah dilarang, dirinya entah dari mana terdorong dan tubuhnya beradu dengan pohon besar hingga mengalami cedera. Percaya atau tidak, hal penting yang dapat dipetik adalah menghormati lingkungan serta aturan di mana pun Anda sedang berada.
Kampung Wisata Kauman
Didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada tahun 1773, Kampung Kauman punya banyak magnet untuk Anda yang haus dengan pengetahuan sejarah. Yang unik dari tata ruang yang ada di Kauman, seluruh pemukiman hingga bangunan membentuk huruf U yang mengelilingi Majid Gedhe Kauman.
Masjid ini merupakan saksi penyebaran Islam di Yogyakarta yang dimiliku oleh Sultan, terlihat dari tandanya yakni hiasan mahkota berbentuk bunga di atap puncak.
Saat awal masa Kesultanan Yogyakarta, masjid ini juga digunakan untuk tempat penyelesaian masalah yang berkaitan dengan hukum Islam, khususnya yang berhubungan masalah perdata.
Di kampung ini, selain terdapat Masjid Gedhe Kauman yang menjadi pusat wisata, terdapat pula beberapa titik daya tarik seperti pejagan sebagai tempat istirahat prajurit, pagongan sebagai tempat menyimpan gamelan yang akan dibunyikan saat Sekaten, hingga TK ABA Muhammadiyah yang menjadi cikal bakal pendidikan bagi anak usia dini dan pusat pergerakan wanita saat itu yang hingga kini masih digunakan.
Tanpa biaya masuk, Anda dapat melihat dinamika antropologi yang terbangun di Kampung Kauman tepatnya di Gg. KH. Zamhari, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta (Lihat Lokasi Maps).