7 Ikon Khas Yogyakarta
Bakpiaku.com – Saat mengunjungi Kota Pelajar, mungkin kamu akan berpikir mengenai “Sesuatu yang dekat dengan seperti ikon khas jogja’”. Biasanya kita akan langsung familiar dengan Tugu Yogyakarta hingga keraton. Namun, sebenarnya ada beberapa ikon lain yang wajib dikenal dan dipelajari kedekatannya dengan Yogyakarta.
Gunung Merapi
Gunung aktif yang terkenal memiliki letusan besar ini merupakan salah satu ikon Yogyakarta. Bagaimana tidak, struktur bumi yang mengerucut ke atas dan memiliki magma ini punya peran dalam makro dan mikrokosmos. Di dalam filosofi keraton misalnya, gunung Merapi adalah pancernya.
Di mana, pusat spiritualitas juga terkandung dalam gagahnya gunung Merapi. Masyarakat Jogja khususnya mereka yang tinggal di Cangkringan, Sleman memiliki kedekatan seperti nadi dan percaya akan pinasti atau takdir.
Saat 2010 silam, meletusnya gunung aktif ini menyebabkan banyak korban. Namun, masyarakat Cangkringan menganggap bahwa meletusnya Merapi sebagai takdir yang akan memberikan pengganti lebih besar. Tak lama, datang limpahan material pasir ke sugai-sungai yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan baru.
Selain itu, upacara Labuhan adalah salah satu ritual rutin yang sudah dilakukan sejak Mataram Islam abad XVII. Labuh artinya membuang, meletakkan atau menghanyutkan. Dan memanjatkan doa untuk membuang segala macam sifat atau hal-hal buruk.
Kedekatan ini sebenarnya menuntun manusia untuk bisa bersikap arif dan bijak terhadap lingkungan. Untuk menikmati pemandangan indah dan belajar simulasi letusan Merapi, tak harus mendaki. Datangi saja Museum Gunung Merapi yang strategis untuk melihat kerucut besar di pagi hingga sore hari.
Berlokasi di Jl. Kaliurang No.Km 22, Banteng, Hargobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman (Lihat Google Maps). Tiket masuk sebesar Rp.5.000 untuk turis lokal dan Rp.10.000 untuk turis mancanegara. Buka setiap hari jam 09.00-15.00 WIB, namun saat ini sedang dilakukan renovasi sehingga tutup sementara.
Fasilitas yang disediakan mulai dari edukator, musala, toilet, parkiran dan halaman luas yang bisa menampung rombongan atau menyelenggarakan kegiatan. Tentu saja untuk hal tersebut diperlukan komunikasi dan izin serta rincian kegiatan pada pihak museum.
Tamansari
Bangunan yang sudah berdiri sejak abad ke 17 tepatnya 1758 saat Sultan HB I memimpin Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, layak mewakili ikon Jogja. Walau memiliki banyak perubahan bentuk hingga fungsi utama, bangunan yang masih kokoh hingga kini memiliki banyak rekaman sejarah.
Bangunan yang awalnya digunakan sebagai tempat rekreasi para keluarga kerajaan kini beralih fungsi sebagai bangunan cagar budaya dan ruang publik belajar sejarah. Dengan berkunjung ke sana, kita dapat melihat saksi sejarah atas perjalanan Yogyakarta dari masa ke masa hingga pemimpin berganti tahta.
Secara tak langsung, dengan berkunjung ke bagian kompleks keraton, kita turut mengenal salah satu kerajaan yang masih aktif di Indonesia. Momen belajar juga tak lagi membosankan karena spot dan visual bangunan memompa semangat berkeliling.
Tiket masuk hanya seharga Rp.5.000 untuk dewasa, Rp.3.000 anak-anak, dan Rp. 12.000 untuk wisatawan asing. Terletak di Patehan, Kraton, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55133 (Lihat Google Maps). Kendaraan roda dua hingga roda empat berukuran kecil bisa ditampung di parkiran luas sekitar Tamansari.
Belalang Goreng
Walau terdengar ekstrem atau aneh, faktanya makanan ini asli Jogja, tepatnya dari Gunungkidul. Kuliner ini berbahan dasar hewan belalang yang digoreng kering. Namun, jangan salah sangka bahwa semua jenis belalang dapat diolah jadi makanan.
Jenis belalang yang paling umum dan banyak dimanfaatkan adalah jenis belalang kayu. Serangga ini memiliki nama latin valanga nigricornis, dan biasa hidup di hutan jati. Namun apabila tidak ada pohon jati, hewan ini bisa hidup pada apapun jenis pohon yang ada di sekitarnya.
Belalang ini merupakan hama yang umum menyerang sawit, ketela, dan umumnya tanaman produksi lain. Sebab porsi makannya yang rakus, banyak tanaman akhirnya mati atau berkualitas jelek sebab dimakan belalang kayu.
Karena itu, hewan hama ini dimanfaatkan sebagai cemilan bahkan lauk untuk pendamping nasi. Rasanya gurih dengan tekstur garing kriuk. Dijual musiman, camilan ini memiliki manfaat sebagai sumber protein yang cukup tinggi yang dengan porsi tertentu menyamai daging sapi.
Kuliner ekstrem ini mudah dijumpai di pinggir jalan besar Gunungkidul. Dengan harga mulai Rp.5.000, kamu juga bisa membelinya sesuai porsi yang diinginkan.
Bakpia
Kudapan yang populer dan menjadi identitas Jogja ini juga memiliki cerita panjang. Dulunya, bakpia adalah kue khas dari Cina. Ba atau bak artinya babi, sedangkan pia artinya kue.
Di tahun 1940 mulailah dibuat bakpia dengan isi kacang hijau yang lebih fleksibel dikonsumsi siapa pun. Rasanya yang manis juga menyimpan sejarah mengenai sumber daya alam tebu untuk dijadikan gula. Melimpahnya pasokan sembako berbentuk kristal putih ini melatarbelakangi pula mengapa masakan Jawa cenderung manis.
Umum dijadikan buah tangan hingga stok camilan, bakpia dianggap seperti selebriti-nya oleh-oleh. Merebaknya berbagai varian atau isi bakpia, tekstur, hingga produsen yang berlomba-lomba mengembangkan rasa khasnya turut mendongkrak eksistensi bakpia.
Harga yang dijual beragam, tergantung pada isi, merek, hingga kuantitas yang ada di dalam satu kotak. Lokasinya juga tersebar hampir di seluruh kanan kiri jalanan Jogja, toko oleh-oleh atau toko resmi yang didirikan brand juga lengkap. Salah satu rekomendasi bakpia premium dengan resep khas sejak lama adalah Bakpiaku.
Adapun Bakpiaku sudah memiliki total 16 outlet khusus, salah satunya outlet Sultan Agung di Jl. Sultan Agung No.111, Wirogunan, Kec. Mergangsan, Kota Yogyakarta (Lihat Google Maps). Selain toko resmi, Bakpiaku juga menyediakan layanan antar melalui kamumau.com menuju penginapanmu agar buah tangan tak ketinggalan saat sedang plesiran.
Tugu Pal Putih
Tugu berwarna putih yang berada di tengah jalan dari perempatan besar Jl. Jend. Sudirman, Gowongan, Kec. Jetis, Kota Yogyakarta (Lihat Google Maps) berdiri kokoh. Beberapa penyebutannya seperti Tugu Yogyakarta, Tugu Pal Putih, hingga Tugu Golong Gilig. Nama sebenarnya sejak dibangun adalah Tugu Golong Gilig (1756).
Tugu ini bukan hanya ikon jogja, melainkan sebuah tanda dan bagian dari filosofi Yogyakarta. Penamaan Golong Gilig memiliki arti dan maksud tersendiri. Golong itu berbentuk silinder sedangkan gilig berbentuk bulat, bulatan inilah yang dijadikan patokan pandang Sri Sultan melakukan meditasi dari keraton.
Adapun makna tiang tinggi ini adalah Jawa Manunggaling Kawula Gusti yang artinya bersatunya raja dan rakyat. Lebih dalam lagi, sebagai simbol rakyat yang menyatu dengan Sang Pencipta.
Di usianya yang 112 tahun, bangunan tinggi yang mencapai 25 meter ini patah hingga 3 bagian akibat gempa dahsyat di tahun 1867 silam. Gempa ini terjadi di masa pemerintahan Sultan HB VI dan kembali dibangun oleh Sultan HB VII di tahun 1889. Namun, tinggi dan bentuknya sama sekali tak sama.
Bila dulu tingginya 25 meter, dibangun ulang hanya 15 meter dan dengan bentuk persegi. Kini, Tugu Pal Putih menjadi salah satu spot wisatawan untuk berfoto. Namun, perlu perhatikan kondisi lalu lintas, sebab posisinya yang berada di tengah jalan besar.
Terbuka untuk umum 24 jam, tersedia banyak pedagang kaki lima hingga café atau resto yang buka di sekitar untuk menemani jalan soremu melewati Tugu Pal Putih.
Candi Prambanan
Candi yang terletak di wilayah Sleman ini dibangun sejak masa Dinasti Sanjaya. Megahnya bangunan ini sudah ada kurang lebih di 850 Masehi dengan corak Hindu. Adapun alasan didirikannya candi ini sebagai tanda penghormatan yang diberikan pada Trimurti (dewa utama dalam Hindu).
Selain itu, fungsi utama lainnya juga diperuntukkan sebagai tempat ibadah kepada dewa. Sempat roboh dan mengalami kerusakan di banyak sisi akibat bencana alam seperti gempa yang mengguncang dengan dahsyat. Hingga pada 1733 seorang dari Belanda bernama C.A Lons melaporkan bahwa ada reruntuhan candi yang tertutup dan ditumbuhi semak belukar.
Kini, Candi Prambanan memiliki fungsi yang lebih luas, seperti sarana edukasi mengenai peninggalan Kerajaan Hindu maupun pendidikan mengenai bahwa teknologi di jaman dulu jauh sangat canggih. Selain itu wisatawan juga datang untuk menyaksikan kemegahan susunan batu teratur yang berdiri tinggi serta megah.
Untuk masuk sebagai pengunjung biasa di jam kerja, tiket yang dipatok dimulai Rp. 25.000 untuk anak-anak, Rp. 50.000 bagi dewasa. Sedangkan untuk turis mancanegara dewasa sebesar Rp. 400.000 dan anak-anak Rp. 240.000.
Fasilitas yang disediakan sangat lengkap, seperti peta wilayah, toilet, musala, parkiran, kedai makanan dan minuman, serta tempat menjual souvenir. Dengan operasional Senin-Minggu dan jam buka 06.30-17.00 WIB.
Tak hanya melihat candi sembari berkeliling yang merupakan warisan besar, kamu juga bisa menyaksikan sebuah pertunjukkan Roro Jonggrang yang digelar setiap hari Jumat. Dimulai di jam 19.30 dan tiket mulai Rp. 100.00 untuk kelas 2, Rp. 150.000 untuk kelas 1, dan Rp. 250.000 di kelas khusus.Terletak di Jl. Raya Solo – Yogyakarta No.16, Kranggan, Bokoharjo, Kec. Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (Lihat Google Maps).
Keraton Yogyakarta
Bangunan yang berdiri lurus dengan Tugu Pal Putih dan Panggung Krapyak ini berada di pusat Kota Yogyakarta. Keraton Yogyakarta sendiri merupakan cikal bakal pemerintahan yang hingga saat ini masih ada dipimpin seorang raja. Selain itu, adanya keraton juga memiliki hubungan dengan Perjanjian Giyanti.
Perjanjian Giyanti adalah sebuah kesepakatan yang dibuat 13 Februari 1755 yang memisahkan mataram menjadi dua, yakni Kasunana Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton mengadopsi nilai-nilai dan tatanan yang masih sama dengan Mataram dari dasar, sedang Kasunana Surakarta Hadiningrat cenderung mengembangkan beberapa tradisi menjadi lebih modern.
Keraton Yogyakarta sudah melalui pergantian pemimpin hingga Sultan HB X pada 1989. Kini keraton tidak hanya menjadi rumah atau istana raja saja, pengembangan beberapa sisi kompleks difungsikan sebagai wisata. Misalnya Tamansari, Museum Kereta, dan Kedathon.
Bertempat di Jl. Rotowijayan Blok No. 1, Panembahan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (Lihat Google Maps). Pengunjung harian keraton tak hanya ratusan tapi bisa mencapai ribuan setiap harinya. Antusias untuk mengenal sejarah, bermain, atau liburan dengan wawasan kerajaan dan warisan Mataram Islam menjadi tanda anak muda punya minat pada edusiwata.
Untuk masuk ke dalam kedhaton, harga tiket domestik dewasa Rp 15.000, anak-anak Rp 10.000, mancanegara dewasa Rp 25.000 dan untuk turis mancanegara anak-anak Rp 20.000. Buka Selasa-Minggu dari jam 08.00-14.00 WIB. Dengan fasilitas toilet, musala, parkiran, hingga pemandu yang diberikan tip selayaknya.