7 Jajanan Pasar Jogja yang Terdiri dari 2 Suku Kata
Kudapan yang berasal dari Yogyakarta cukup banyak, mulai dari bakpia hinga kipo yang berasal dari Kotagede. Untuk melatih daya ingat dan seberapa jauh Anda mengenal maupun menjelajah di Jogja, coba absen satu-persatu jajanan pasar yang akan Bakpiaku sebutkan di bawah ini!
Jadah Manten
Pernah mendengar namanya? Jika belum segeralah untuk mencari di mana penjualnya. Karena, biasanya jajanan satu ini sedikit sulit ditemukan. Dulu, jadah manten adalah makanan yang dibuat khusus untuk anggota Kraton saja. Makanan ini adalah favorit dari Sri Sultan HB VIINamun, kini Anda dapat menikmatinya walau bukan anggota kerajaan.
Mengapa disebut jadah manten, karena kudapan ini adalah salah satu yang diserahkan dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Dengan bahan berupa ketan, harapannya pasangan akan terus dapat langgeng dan menempel lengket. Dibalut adonan tepung terigu dan telur, rasanya gurih dan nikmat. Di dalamnya juga diisi dengan abon atau ayam cincang lalu dijepit dengan kayu kecil dan dimasukkan ke dalam batang papaya yang dipotong kecil.
Kembang Waru
Kue ini merupakan jajanan khas Kotagede yang berbentuk bunga. Rasanya manis dan sedikit gurih dengan secara umum mirip mangkuk berkelopak. Makanan ini umum ditemukan di tempat penjual jajanan pasar, namun bila Anda ingin membelinya selagi hangat di sekitar sana banyak produsen kue kembang waru yang buka dalam skala rumahan.
Makanan ini merupakan warisan dari Kerajaan Mataram Islam dan masih populer hingga saat ini. Dibuatnya kue kembang waru ini dikarenakan banyaknya tanaman waru yang tumbuh di sekitar Kotagede. Anda tertarik mencicipinya?
Semar Mendem
Untuk mempermudah bayangan Anda mengenai kuliner satu ini, Bakpiaku mungkin akan menggambarkannya berupa perpaduan lemper dan jadah manten. Alasan mengapa begitu adalah bahan yang digunakan dengan jadah manten persis sama, bedanya semar mendem dibentuk seperti tabung menyerupai lemper.
Jajanan satu ini juga berasal dari Yogyakarta. Konon, penamaan ini berasal dari tokoh wayang yakni semar yang memiliki tubuh gemuk seperti isian ketannya lalu mendem artinya memabukkan. Sehingga siapa pun yang menikmatinya akan terus ingin memakannya lagi dan lagi. Apakah Anda juga akan dimabukkan dengan cita rasa semar mendem? Buktikan langsung di Yogyakarta!
Jenang Gempol
Kudapan ini berasal dari kata jenang yang artinya bubur dan gempol yang artinya adalah bulatan-bulatan. Karenanya pencuci mulut yang satu ini merupakan bubur sumsum dan bulatan dari tepung ketan yang manis dengan gula merah. Menikmatinya sangat cocok kapan pun, terlebih di pagi hari.
Dengan siraman kuah santan, kehadiran jenang sudah ada lama sejak dari jaman kerajaan bercorak Hindu. Bila mengacu pada sajian tradisional, makanan akan disuguhkan dengan wadah daun pisang yang dilipat. Anda wajib mencobanya dengan banyak tambahan komponen pelengkap jenang gempol melalui berbagai pilihan yang disediakan.
Songgo Buwono
Merupakan makanan kalangan priayi, songgo buwono dasarnya adalah kue sus yang diberikan komponen atau topping pelengkap di atasnya. Mulai dari sayur hingga daging sesuai selera dengan ragut atau ragout di dalamnya.
Filosofi penamaan ini dikarenakan songgo berarti penyangga dan buwono artinya langit atau kehidupan. Jadi, kuliner ini berarti sebagai penyangga kehidupan. Sri Sultan HB VIII adalah yang menginisiasi makanan yang satu ini. Dalam penyajiannya, umumnya songgo buwono dipasangkan dengan acar.
Kue sus diibaratkan sebagai bumi atau tempat manusia hidup, daun selada digambarkan sebagai tanaman hijau yang menjadikan sekitar asri, ragut adalah perpaduan di mana toleransi dan mencerminkan masyarakat dunia, lalu isian daging ayam hingga telur adalah perumpamaan yang menyiratkan langit, lalu terakhir acar yang biasanya mendampingi adalah bintang-bintang.
Kudapan ini umum disajikan saat momen pernikahan. Maknanya yakni kedua mempelai diharapkan dapat menopang bahtera rumah tangga bersama-sama. Apakah Anda tertarik untuk menghadirkan panganan Kraton ini dalam suguhan acara pernikahan nanti?
Jadah Tempe
Jajanan ini berasal dari Kaliurang, Sleman dan pertama kali diperkenalkan di tahun 1950 oleh Mba Carik. Populernya kuliner ini dikarenakan Sri Sultan HB IX mengutus prajuritnya membeli langsung ke Kaliurang. Cita rasanya gurih dan manis, mengonsumsinya satu hingga dua buah saja dapat mengganjal rasa kenyang cukup lama.
Jadah tempe sendiri merupakan panganan lokal yang terbuat dari beras ketan dan tempe bacem yang dimakan bersamaan bak sandwich. Walau asalnya dari Kaliurang, kini sudah banyak penjual lain yang juga berjualan jadah tempe.
Carang Gesing
Asalnya dari Kauman, rasa yang disajikan adalah manis dengan tekstur lembut. Bahan bakunya sendiri merupakan pisang. Jangan salah, proses sebelum pemasakan sudah dilakukan pemilahan kualitas sebaik mungkin. Mulai dari memilah pisang yang berusia tua dan daun pisang sebagai pembungkus yang lentur dan kuat.
Biasanya, saat bulan Ramadhan kuliner ini banyak dijual untuk takjil. Proses masaknya dengan dikukus dengan harga jual mulai dari Rp.4.000. Bahan lain yang juga digunakan adalah santan dan garam yang memberikan rasa seimbang gurih manis, kemudian diimasak hingga matang dengan balutan daun pisang. Anda tertarik mencobanya?