Bahasa Walikan Jogja : Identitas dengan Kode Rahasia

Bahasa adalah alat komunikasi dalam bentuk kata yang menghubungkan pesan atau maksud. Yogyakarta punya bahasa selain Bahasa Jawa sendiri yang dijadikan media berkomunikasi sehari-hari, yaitu Bahasa Walikan. Sesuai namanya, walik artinya balik.

Sejarah Bahasa Walikan

Dulunya, bahasa ini dimaksudkan agar yang bukan bagian dari kelompoknya tak mengerti apa yang sedang dibicarakan. Kemunculannya dimulai dari jaman kolonial sebagai media komunikasi masyarakat dan pejuang untuk mengelabui penjajah dalam menyamarkan strategi perang saat itu. Hal ini sulit untuk diketahui bahkan oleh orang Jawa dan Melayu lainnya sekali pun. Memang, dulu mata-mata atau penjilat penjajah juga terdiri dari orang-orang Jawa serta Melayu sendiri.

Kini, pengunaan Bahasa Walikan sudah jarang, penutur yang benar-benar mempelajarinya juga tak begitu banyak. Bahasa ini populer saat tahun 80-an, dan tak banyak yang meneruskan untuk media komunikasi unik sekaligus bernilai budaya serta sejarah karena berhasil memanfaatkan kearifan lokal. Untuk itu, Anda juga dapat mempelajarinya meskipun bukan berasal dari Jawa, karena sebenarnya bahasa ini ramah untuk dipelajari oleh siapa pun, siap memulainya?

Cara Membaca Bahasa Walikan

Dilansir dari website resminya Paniradya Kaistimewaan, Anda pertama harus tahu dulu apa saja aksara Jawa dan bagaimana bentuknya.

Sumber : paniradyakasistimewaan

Salah satu contoh yang dapat mempermudah Anda membacanya dengan melihat kata Dagadu. Dikarenakan penggunaan huruf yang melompat di satu baris di bawah atau atas, Da akan menjadi huruf Ma, Ga akan menjadi huruf Ta, dan Du menjadi Mu. Sehingga, bila disatukan menjadi matamu. Du menjadi Mu akan tetap mengukuti huruf vocal yang digunakan, bila Di maka akan menjadi Mi, begitu seterusnya. Mudah bukan?

Khusus bagi huruf depan yang langsung berupa vokal A, I, U, E, dan O maka diberikan tambahan huruf H di depannya. Misalnya Ibu, maka dalam Bahasa Walikan akan berbunyi Pisu. Karena Pi akan menjadi Hi dan Su menjadi Bu. (H)ibu adalah ibu.

Kemudian, bagaimana bila sebuah kata berakhiran dengan huruf konsonan? Contohnya Pahit. Pa akan bertemu Ha, Hi akan bertemu Pi, dan T akan bertemu Wa. Karena T adalah huruf mati maka pelafalan Wa tetap dihilangkan vokalnya, dan menjadi Hapiw.

Bagaimana? Unik sekali bukan Bahasa Walikan? Di Malang juga ternyata memiliki Bahasa Walikan, tetapi berbeda jauh dengan yang ada di Yogyakarta. Bahasa yang ada di Malang cukup sederhana dengan membalik katanya saja, misalnya Ibu menjadi Ubi, Makan menjadi Nakam, dan seterusnya.

Sekarang, Anda sudah dapat mengenal Bahasa Walikan Yogyakarta. Penggunaannya tetap harus bijak, bukan untuk membicarakan sesuatu yang negatif dengan konteks menghina atau lainnya supaya tak diketahui orang Jogja. Apakah di daerah Anda sendiri memiliki bahasa unik serupa dengan Yogyakarta? 

Share to: