Kembang waru adalah salah satu cemilan khas yang berada di Kotagede, Yogyakarta. Rasanya yang manis, berbentuk seperti kembang, dan teksturnya yang lembut serta wangi mentega yang pekat menjadikannya sebagai camilan yang wajib dibeli. Pak Bas atau Pak Basis adalah salah satu produsen kembang waru yang sudah berjualan lama sejak tahun 80-an tepatnya 1983.

Saat Bakpiaku mengunjungi rumah yang juga menjadi tempat produksi kembang waru ini, Pak Bas baru saja pulang dari berbelanja bahan-bahan. Sosok yang kini berusia 80 tahun sangat terbuka untuk siapa pun yang datang. Entah untuk membeli, wawancara, atau bincang-bincang selagi tak menganggu pekerjaannya.

Dalam pertemuan bersama Pak Bas, ada banyak sekali kisah yang diceritakan. Mulai dari kembang waru sendiri hingga sejarah yang melatarbelakanginya. Bakpiaku sudah merangkumkan beberapa fakta seputar kembang waru untuk Anda!

Sejak Mataram Islam

Kudapan ini sudah ada sejak Kerajaan Mataram Islam silam, namun dikarenakan beberapa hal salah satunya perang, kuliner ini sempat sulit ditemukan. Kemudian, Pak Bas berusaha menghidupkan kembali kuliner ini berdasarkan resep yang dimilikinya.

Dulu, usaha untuk membangun dan menghidupkan kembang waru dilakukan Pak Bas dengan mengumpulkan rekan-rekannya membuat cetakan kue dan merintisnya bersama-sama. Kini, salah satu produsen yang masih bertahan adalah milik Pak Bas.

Terinspirasi dari Pohon Waru

Ketika satu-satunya pasar di Kotagede yakni kini bernama Pasar Legi berdiri, pohon-pohon yang umum tumbuh sebagai perindang adalah pohon beringin, talok atau kersen, gayam, dan mentaok. Salah satu pohon yang juga tumbuh adalah pohon waru, meski sering berbunga namun tidak pernah berbuah.

Sumber : linkumkm.id

Karenanya, salah satu inspirasi bentuk kue ini berasal dari sana. Tidak 100% mirip, namun hanya menyerupai saja. Keindahan ini berusaha ditangkap menjadi bentuk kuliner lokal khas Kotagede.

Makna 8 Kelopak

8 kelopak yang berbentuk melengkung dari kue kembang waru ini memiliki makna yang dalam terkait lelaku yang wajib dimiliki pemimpin. Adapun sifat-sifat tersebut tercantum dalam Hasto Broto, sebuah manifestasi dari Tuhan di alam semesta. Kedelapan hal tesebut juga dilambangkan dalam berbagai elemen mulai dari tanah hingga api.

Unsur alam yang pertama yakni tanah sebagai sifat pemimpin yang tangguh dan tidak cengeng. Kedua adalah api, di mana pemimpin harus berwibawa dan berani menegakkan keadilan. Ketiga adalah angin, sebagai elemen yang selalu ada di ketinggian manapun, pemimpin hendaknya dapat tahu kondisi rakyat dan membaur di dalamnya. Keempat yakni elemen air, pemimpin yang baik tahu cara menyejahterakan, memakmurkan, serta bersikap sama rata pada rakyatnya

Kelima berupa angkasa yang melambangkan pemimpin harus memiliki keluasan hati dalam menghadapi apapun. Keenam adalah matahari, seperti bola yang memberi energi maka pemimpin diharapkan dapat mendorong semangat dan menumbuhkan daya hidup. Ketujuh yakni bulan, menerangi dalam gelap di malam hari, pemimpin harus dapat memberi rasa aman. Terakhir adalah bintang sebagai lambang bahwa pemimpin dapat menjadi penunjuk arah yang baik bagi rakyatnya.

Kembang Waru Hadir di Setiap Upacara

Tidak hanya hadir di perayaan tertentu saja, kembang waru meramaikan banyak kegiatan mulai dari nyadran, ruwahan, dan masih banyak lagi. Tak heran, di Kotagede kue kembang waru seperti sahabat yang kerap menemani di berbagai momen.

Rasanya yang manis turut mewarnai keharmonisan yang terkandung di dalamnya. Pembuat kembang waru juga hanya dapat ditemui di Kotagede saja. Jika ingin mencicipi manisnya kue tradisional yang satu ini maka Anda harus datang ke Yogyakarta terlebih dahulu. Bagaimana? Siap memborong kembang waru untuk dijadikan buah tangan orang terkasih?

LEAVE A REPLY

Your email address will not be published . Required fields are marked *