Kuliner Warisan Tionghoa ini Jadi Makanan khas Indonesia

Bakpiaku.com – Ada banyak kuliner lezat Indonesia yang dibawa dan diadaptasi dari masyarakat Tionghoa, seperti bakso, wedang tahu, bakwan, cakwe, hingga bakpia. Beberapa di antara kuliner warisan Tionghoa tersebut Bakpiaku.com rangkum berikut ini.

Pempek

Berdasarkan cerita rakyat yang beredar di masyarakat Palembang, konon pempek pertama kali ditemukan oleh seorang Tionghoa sekitar tahun 1617. 

Berawal dari kegelisahan pria itu melihat begitu melimpahnya ikan di Sungai Musi, ia lantas berinisiatif mengolah ikan sungai dengan digiling dan dicampurkan tepung tapioka.

Sumber lainnya menyebut bahwa pempek diadaptasi dari kuliner khas Tionghoa seperti bakso ikan, kekian dan ngohiang. Sementara namanya diperoleh dari panggilan pria yang menjajakan pempek pertama kali, yaitu apek atau pek-pek yang tak lain merupakan panggilan bagi seorang paman di kebudayaan Tionghoa. 

Nasi goreng

Boleh dibilang, nasi goreng merupakan salah satu menu makanan tertua di dunia. Kuliner ini pertama kali ditemukan masyarakat Tionghoa pada tahun 4000 SM.

Siapa sangka, ide pembuatan nasi goreng berasal dari keinginan sederhana memanfaatkan dan mengolah kembali sisa nasi yang berlebih. 

Agar nasi sisa itu dapat dikonsumsi dan tetap memiliki cita rasa yang lezat, masyarakat Tionghoa menggorengnya dengan beraneka bumbu dan sayur, yang kemudian menjadi cikal bakal nasi goreng hari ini.

Konon, resep nasi goreng pertama berasal dari kota Yangzhou di provinsi Jiansu, China. Dari kota ini pulalah lahir nasi goreng chou atau nasi goreng oriental yang masih dapat ditemukan di sejumlah restoran China.

Dahulu, nasi goreng disajikan dengan isian potongan daging babi panggang, udang, kacang polong dan daun bawang. Sebuah penelitian menyebut menu kuliner ini merupakan makanan para petani kala itu dan kerap dimasak dalam porsi banyak untuk mencukupi kebutuhan keluarga petani.

Sebab selain mengenyangkan, nasi goreng juga terbilang mudah dibuat dan bahan makanannya murah meriah.

Nasi goreng diperkirakan dibawa masyarakat Tionghoa ke Indonesia pada abad ke-10 di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.

Masyarakat Tionghoa yang bermigrasi nyaris ke seluruh daerah di Indonesia kemudian menyebarkan resep nasi goreng turun temurun tersebut.

Masyarakat Indonesia di berbagai daerah lantas mengadaptasi nasi goreng dengan pendekatan kultural masing-masing. Di Jakarta misalnya, kuliner ini digoreng kering dan sedikit asin. Sementara di Jawa Tengah, nasi goreng disajikan agak basah dan memiliki cita rasa yang cenderung manis. 

Lain pula di Yogyakarta, nasi goreng disajikan bersama potongan ayam kampung, dimasak menggunakan anglo dan memiliki aroma khas tersendiri. Sementara di Jawa Timur dan Jawa Tengah kuliner warisan Tionghoa ini disajikan bersama potongan babat.

Wedang Tahu

Beberapa sejarawan meyakini wedang tahu dibawa oleh imigran Tiongkok bernama Ong Kiem Nio yang mendiami Semarang sekitar abad ke-19.

Sebelum dijajakan menggunakan gerobak seperti yang dikenal hari ini, wedang tahu dijajakan dengan cara dipikul.

Selain cara berjualannya juga berbeda, sajiannya juga tidak sesederhana sekarang. Dahulu, semangkuk wedang tahu berisikan kuah jahe, rebon udang, kecap asin, irisan sayur, daun bawang dan ketumbar. Berbeda dengan wedang tahu hari ini yang dikenal berisi kembang tahu dan kuah jahe.

Bahkan dahulu wedang tahu dimakan sembari menyantap bakpao dan cakwe.

Lantas zaman berganti, pun wedang tahu yang mulanya bercita rasa gurih kemudian memiliki rasa manis. Sari kacang kedelai diganti dengan campuran susu kedelai dan agar-agar. Sedangkan kuahnya yang terbuat dari rebusan jahe dan gula merah, ditambahkan daun pandan, daun jeruk, kayu manis dan cengkeh sehingga lebih harum dan menggoda.

Semua tak lepas dari proses akulturasi demi menyesuaikan dengan lidah masyarakat Semarang saat itu. Terbukti, wedang tahu masih bertahan dan tetap dicari warga Semarang. Bahkan kelezatan wedang tahu menjamah kota lain di luar Jawa Tengah.

Di setiap daerah, minuman hangat ini kemudian memiliki nama khas tersendiri. Seperti di Solo misalnya, wedang tahu disebut sebagai tahoek. Sementara di Jawa Timur, wedang tahu akrab dikenal sebagai tahuwa.

Lain pula di Kalimantan Barat, di daerah ini wedang tahu populer dikenal sebagai bubur tahu. Sementara di Bangka Belitung dan Sumatera Selatan wedang tahu lebih dikenal sebagai kembang tahu.

Terlepas dari perbedaan nama tersebut, minuman berkhasiat ini sama-sama selalu dicari tatkala cuaca dingin merambat.

Bakpia

Sejatinya, bakpia merupakan makanan yang tercipta dari proses akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia. Diperkirakan, makanan ini pertama kali dibawa ke Yogyakarta pada tahun 1940-an oleh keluarga pedagang asal Tiongkok. Beberapa sumber juga meyakini bakpia sudah ada di Yogyakarta sejak tahun 1930. 

Secara bahasa, nama bakpia berasal dari dialek Hokkian, yaitu Tou Luk Pia atau kue berisi daging. Namun seiring perkembangannya, bakpia yang semula berisikan daging kemudian dimodifikasi menggunakan kacang hijau. Penggunaan kacang hijau sebagai isian bakpia konon untuk menyiasati kondisi ekonomi pedagang bakpia kala itu. Kacang hijau dinilai lebih ekonomis ketimbang daging. Tak dinyana, pilihan rasa ini disukai masyarakat Indonesia dan bertahun kemudian menjadi rasa orisinil bakpia yang masih dipertahankan hingga hari ini.

Bisnis bakpia yang terus menjamur, membuat tidak sedikit produsen kemudian berlomba-lomba menciptakan inovasi rasa bakpia. Bakpia yang semula hanya berisi kacang hijau, kini hadir dengan aneka rasa lain yang tak kalah lezat. Salah satu olahan bakpia dengan aneka rasa lezat dan kekinian tersebut dapat kamu nikmati melalui produk Bakpiaku. Tak hanya menyajikan bakpia dengan rasa kacang hijau, keju dan cokelat, Bakpiaku juga menyajikan aneka rasa inovatif lainnya seperti Bakpiaku Durian, Bakpiaku Cappucino, Bakpiaku Susu, Bakpiaku Green Tea serta Bakpiaku Kumbu Hitam.

Selain dikenal dengan cita rasanya yang khas, Bakpiaku disajikan dengan kemasan premium dan eksklusif serta dijajakan dengan harga yang terjangkau. [AP]

Share to: