Tamansari Kini : Bukti Kemegahan Keraton Yogyakarta
Tamansari adalah salah satu rekomendasi destinasi yang cukup sering didengar saat mencari pilihan tempat wisata di Yogyakarta. Griya sangat besar yang masih satu kompleks dengan keraton ini berdiri megah sejak 1758 silam. Desain arsitektur dirancang seorang arsitek dari Portugis yang bernama “Demang Tegis”, perpaduan konsep Eropa dan sentuhan Jawa seperti ukiran dan unsur pahatan memuat filosofi khusus.
Sering juga disebut taman air atau istana air, Taman Sari berasal dari dua kata taman yang artinya kebun ditumbuhi bunga dan sari yang artinya indah. Sejarah didirikannya bangunan bak kastil Jawa ini dimaksudkan Sultan HB I untuk tempat rekreasi. Untuk melepas penat perihal masalah di keraton sekaligus bentuk tanda penghargaan kepada permaisurinya yang menderita dan membantu perang Giyanti.
Selain tembok menjulang tinggi yang ada di sana, dulu terdapat beberapa bagian rahasia yang sudah canggih dibuat untuk melarikan diri jika sewaktu-waktu musuh menyerang. Di antaranya adalah jembatan gantung, danau buatan, hingga kanal. Namun, bagian rahasia tersebut telah hancur.
Tamansari 1803-Hingga Sekarang
Kemegahan bagian komplek kerajaan ini menjalani banyak guncangan panjang. Dulu berdiri di tanah seluas 10 hektar ini kian berkurang sebab suburnya pembangunan pemukiman akibat gempa yang pernah mengguncang Yogyakarta.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai kerusakan yang terjadi, mari kita telusuri sejarah panjang Tamansari melalui linimasa berikut :
1803 : Meletusnya Gunung Guntur yang ada di Jawa Barat menyebabkan terjadinya gempa besar. Walau berjarak cukup jauh, namun nyatanya kekuatan lindu terasa hingga Kota Istimewa.
1812 : Pada tahun 1812 merupakan tahun terakhir Tamansari digunakan akibat terjadinya peristiwa Geger Sepehi. Sebuah konflik antara penjajah Inggris dan pihak keraton yang bertujuan menguasai Yogyakarta turut menyumbang alasan terbengkalainya Tamansari.
1825-1830 : Perang Diponegoro. Peperangan terbesar yang pernah terjadi di Jawa. Perang yang berlangsung selama 5 tahun tersebut telah memakan korban hingga 7.000 tentara pribumi, 8.000 tentara Eropa, serta 200.000 penduduk. Efeknya, pengurusan dan penempatan istana Tamansari terbengkalai.
1840: Gempa bumi berkekuatan sekitar 7,8 SR mengguncang pantai selatan Jawa Tengah, disertai tsunami.
1852: Gempa bumi berkekuatan serupa (7,8 SR) kembali terjadi, berpusat di pesisir selatan Yogyakarta dan Jawa Timur.
1867: Gempa bumi tektonik yang lebih kuat (sekitar 8 SR) mengguncang wilayah tersebut. Gempa ini menyebabkan kerusakan parah di Tamansari, termasuk patahnya Tugu Golong Gilig menjadi tiga bagian.
1942: Rencana penelitian terhadap sisa-sisa bangunan pasca gempa terhenti akibat pendudukan Jepang.
1977: Balai Pelestarian Cagar Budaya melakukan renovasi terhadap bangunan-bangunan yang rusak akibat gempa.
2004: Kolaborasi dengan Colouse Goulbenklan Foundation dari Portugal dilakukan untuk perbaikan.
2006: Gempa bumi besar terjadi, menyebabkan bencana alam dengan dampak yang sangat luas.
2016: Pemugaran kembali dilakukan, dengan fokus utama pada kompleks Garjitowati.
Pulo Kenanga (bagian tertinggi untuk mengawasi keraton) di Tamansari sebelum gempa 1867
Muatan Sejarah
Rentetan panjang tersebut menjadi alasan Tamansari yang kita lihat saat ini sudah mengalami banyak perubahan dan kehilangan bagian-bagiannya. Walau begitu, antusias untuk tetap menjelajahi titik tersebut masih sangat tinggi.
Meskipun demikian, minat untuk mempelajari muatan sejarah, budaya, hingga pengetahuan pada bidang yang sebagian runtuh ini sangat positif. Kemegahannya mampu menarik bahkan ilmu seputar konstruksi, seperti bagaimana teknik hingga bahan yang digunakan saat proses pembangunan.
Teknik yang digunakan selama proses pengerjaan tembok megah ini disebut bajralepa yang berasal dari kombinasi pasir dan tumbukan batu bata. Selain itu bahan lain yakni bligon atau kapur putih ini juga turut memperkuat pondasi tanpa besi. Sehingga ketebalan istana air ini mencapai 5 cm.
Harga Tiket, Lokasi, dan Fasilitas
Dengan tiket seharga Rp.5.000 untuk dewasa, Rp.3.000 anak-anak, dan Rp. 12.000 untuk wisatawan asing sudah dapat berkeliling sepuasnya. Kemudian keperluan lain untuk foto produk hingga pre wedding dibanderol mulai Rp. 250.000 hingga Rp. 500.000. Bila turis asing ingin melakukan kegiatan selain berkunjung yang sama, biayanya adalah dua kali lipat dari turis lokal.
Catatan lain bila ingin membawa kamera profesional Anda harus meminta izin dulu pada petugas. Umumnya spot foto favorit wisatawan adalah Sumur Gumuling yang merupakan masjid bawah tanah.
Sumur Gumuling (sumber : nationalgeographic.grid.id)
Tak hanya itu, ada Gapura Agung Taman Sari yang berdiri kokoh bersama ukiran mewahnya sebagai gerbang.
Gapura Agung (sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Lalu. tentu saja spot Umbul Pasiraman yang merupakan kolam mandi khusus untuk putri dan istri sultan.
Terletak di Patehan, Kraton, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55133 (Lihat Google Maps.) Dapat dijangkau dengan motor, mobil, hingga bus kecil. Tersedia parkiran luas untuk menampung dan mengamankan kendaraan Anda.
Fasilitas yang tersedia di sekitarnya cukup banyak seperti toilet umum, kedai makanan, toko aksesoris yang juga dibuka penduduk sekitar, bahkan pemandu dari warga yang tinggal di kawasan tersebut. Untuk mengakses layanan dampingan pandu, tidak dikenakan tarif tertentu namun tentu saja perlu dipertimbangan dengan kemanfaatan informasinya. Oleh karena itu, kamu dapat memberikan tip sepantas atau selayaknya pada pemandu baik dari jumlah rombongan yang dibawa dan layanan lain yang diberikan.
Tips Lainnya
Pastikan untuk berpakaian yang nyaman dan sopan selama memasuki wisata ini, selain banyak bangunan yang perlu dihampiri, akses naik turun tangga juga memengaruhi kenyamanan dari outfit yang Anda gunakan. Maksimalkan gaya Anda untuk swafoto seru bersama sejarah besar di masa lalu.